LUBUKLINGGAU, Jurnalindependen.com — Baru-baru ini, lingkungan Dinas PU Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan dihebohkan oleh pemberitaan

LUBUKLINGGAU, Jurnalindependen.com — Baru-baru ini, lingkungan Dinas PU Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan dihebohkan oleh pemberitaan seputar “Pembangunan Dinding Penahan Tanah, Beredar Reques Dana ‘Pelicin’ Bagi Oknum Pejabat” dan “Proyek Drainase Kota Lubuklinggau, PPTK Diperiksa Tipikor Polda Sumsel.”

Di mana dalam pemberitaan itu, sumber acapkali mencatut/menyebut nama  aparat penegak hukum. Entah apa tujuannya menyebut nama penegak hukum.

Hal itu membuat sejumlah lapisan masyarakat, baik itu LSM  maupun kuli tinta, mempertanyakan apa tujuan mereka selalu mencatut atau menjual (menyebut) nama  aparat penegak hukum?

Lalu, apakah mereka mau menyudutkan penegak hukum atau di balik itu mereka mau berlindung?

Sebab,  sejumlah kalangan menyayangkan ketika hendak mengonfirmasi  terkait proyek di Dinas PU Kota Lubuklinggau, oknum pegawai Dinas  PU dalam hal ini PPTK, PPK maupun pengguna anggaran, selalu menyebut nama aparat penegak hukum.

Ulah oknum pegawai Dinas PU Kota Lubuklinggau seperti itu terulang lagi. Di mana Ernaldi Iskandar, Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya PU Kota Lubuklinggau dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembebasan lahan tahun 2014 lalu, ketika dikonfirmasi wartawan melalui HP. 08218362xxxx, minggu lalu, mengatakan dengan suara lantang dan tegas ia menyuruh wartawan untuk mendatangi  dan mengonfirmasi ke Kantor Kejaksaan Negeri Kota Lubuklinggau. Padahal, yang ditanyakan wartawan adalah seputar proyek yang mereka garap, bukanlah masalah hukum.

“Soal proyek pembebasan lahan itu, kami sudah dilaporkan dan diperiksa oleh kejaksaaan. Bahkan, dari pemeriksaan kejaksaan, pada proyek ini tidak ada temuan. Tapi,  jika  Anda mau tahu jelas tentang proyek pembebasan lahan tersebut, silahkan mengonfirmasi ke kejaksaan saja. Karena datanya sudah ada semua di kejaksaan,” ungkap Ernaldi.

Selanjutnya, lokasi proyek pembebasan lahan tidak hanya di Kelurahan Lubuk Kupang saja, tapi proyek ini lokasinya ada di 10 titik. Dirinya lupa di mana saja tempat/lokasi proyek tersebut dan untuk jumlah dana/anggaran seluruh kegiatan itu berkisar lebih dari Rp  2 milyar. Di samping itu, proyek pembebasan lahan sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan tidak ada masalah.

“Cocok atau tidak, berapa jumlah dana ganti rugi yang kami bayarkan ke masyarakat, mudah saja untuk mengeceknya. Silahkan dicek SP2D-nya di bagian keuangan dan tanya juga ke BPN, Lurah, Camat dan Konsultan.  Jadi, sama atau tidak, yang kami bayar dengan pemilik tanah. Untuk lebih jelasnya, Anda temui saja Pak Iwan di kantor karena ia selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam kegiatan itu,” jelasnya.

Dalam Sengketa

Sementara itu, tanah yang lokasinya di perbatasan Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musirawas, yakni di Kelurahan Lubuk Kupang, Kecamatan Selatan II, Kota Lubuklinggau. Pada tahun ini rencananya Pemkot Lubuklinggau akan membangun taman di tanah tersebut.

Namun, sangat disayangkan, tanah yang dibeli pemerintah kota ini kabarnya masih dalam sengketa internal antara keluarga. Sebab, tanah yang dijual Pak Teguh kepada  pemerintah  kota  ternyata bukan  miliknya, melainkan  milik orang tuanya, Ibu Miskiyah, warga Kelurahan Marga Rahayu, Kecamatan Selatan II, Lubuklinggau.

“Kita tidak habis pikir. Kenapa pihak Pemkot Lubuklinggau, dalam hal ini  Dinas PU Kota Lubuklinggau, selaku pelaksana kegiatan pembebasan lahan dalam hal pembelian tanah tidak teliti. Di mana tanah yang dijual kakak saya itu (Teguh) dalam Surat Keterangan Tanah (SKT) bukan atas namanya, tapi nama ibu saya (Miskiyah). Sedangkan tanah  tersebut  belum dibagi waris oleh ibu saya atau dihibahkan kepada anaknya.

Dan perlu diketahui  bahwa keluarga kami ada tujuh kakak beradik dan tidak tahu-menahu tentang penjualan tanah itu,”  ujar anggota keluarga yang tidak mau disebut namanya kepada wartawan.

Selain itu, saat ditanya lokasi tanah tersebut, Pak Teguh membenarkan bahwa tanah di Kelurahan Lubuk Kupang, dengan luas 10 meter x 70 meter, telah dibeli pihak Pemkot Lubuklinggau. Dengan harga berkisar  Rp 750 juta.

“Untuk lebih jelas mengenai pembelian tanah ini, silahkan temui  Pak Iwan, pegawai Dinas  PU Kota Lubuklinggau. Saya minta kalau bisa permasalahan ini tidak usah dibesar-besarkan. Sebab, untuk  masalah tanah ini, saya masih bermasalah dengan keluarga,” pintanya.

Terpisah, menurut  Koordinator Perrak Indonesia, M. Imron, saat dimintai tanggapan mengenai ini, minggu lalu, menjelaskan bahwa wartawan itu diatur oleh Undang-Undang Pers untuk memenuhi standar pemberitaan. Ketika media meminta wawancara dengan narasumber yang menyangkut kegiatan proyek negara, seharusnya aparatur pemerintah memberikan keterangan apa yang diminta oleh wartawan. Hal itu merupakan amanat UU Pers dan UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik).

“Jika persoalannya terkait masalah proyek negara, pegawai Dinas  PU, dalam hal ini PPK, saat dikonfimasi wartawan, seharusnya jangan melemparkannya kepada instansi lain, dalam hal ini pihak kejaksaan. Namun, mereka harus memberikan keterangan apa yang diminta. Sebab, yang ditanya wartawan kepada PPK adalah soal proyek yang digarap oleh Dinas PU Kota Lubuklinggau, bukan masalah hukum,” ujarnya.

Kemudian, menurutnya, ulah oknum PPK di Dinas PU Kota Lubuklinggau yang menyuruh wartawan mengonfirmasi ke pihak kejaksaan itu, hanya mengalihkan masalah dan tidak seharusnya begitu. Dan jika benar masalah tersebut sudah diperiksa, seharusnya oknum pegawai Dinas  PU jangan terlalu melebar memberikan keterangan kepada wartawan. Sebab, hal itu masalah internal mereka.

“Namun,  apabila benar PPK yang memberitahukan hal tersebut kepada wartawan, kemungkinan oknum pegawai Dinas  PU mau menyudutkan pihak Kejaksaan Negeri Kota Lubuklinggau,” ungkapnya.

Sumber yang dikutip dari Radar Nusantara, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Lubuklinggau,  Patris YJ saat dikonfirmasi diruang kerjanya mengatakan bahwa mengenai hal tersebut dirinya belum melakukan pemeriksaan.

“Saya belum tahu karena saya baru menjabat disini terhitung sejak bulan Nopember 2014 yang lalu, coba anda tanya sama Kasi Intel atau Kasi Pidsus mungkin Beliau yang lebih tahu,” jelasnya.(toni–Patroli)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *